1. Sengketa
Internasional Antara Jepang Dan Korea.
Perebutan kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara
China-Jepang telah berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika
ECAFE menyatakan bahwa diperairan sekitar Pulau Daioyu/Senkaku terkandung
hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika
Serikat menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau
Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena
China merasa bahwa pulau tersebut adalah miliknya.Sengketa ini semakin
berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu
untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi.
Penyelesaian
China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut. Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
2. Sengketa Internasional Antara Kamboja dan Thailand
Menyusul
baku tembak yang terjadi antara tentara Thailand dan Kamboja di perbatasan
kedua negara pada tanggal 4-6 Februari lalu, yang menewaskan sedikitnya 8 orang
dan mencederai beberapa orang lainnya, pada hari ini (22/02) di Jakarta digelar Informal ASEAN Foreign Minister’s Meeting (pertemuan
informal para Menlu ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian
konflik Thailand dan Kamboja.
Pertemuan
informal para Menlu ASEAN kali ini, yang diprakarsai Indonesia selaku Ketua
ASEAN, merupakan tindak lanjut dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang meminta Thailand dan Kamboja bekerjasama dengan
ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan perbatasan melalui jalan
damai.
Ditengah upaya negara-negara ASEAN
mengimplementasikan kesepakatan yang tercantum dalam Piagam ASEAN dan proses
pembentukan Komunitas ASEAN 2015, pertemuan informal para Menlu ASEAN kali ini
memiliki arti yang sangat penting sebagai sebagai langkah awal untuk memperlihatkan
kredibilitas ASEAN dalam menangani masalah internal kawasannya.
Penyelesaian
Ditetapkannya Jakarta sebagai tuan
rumah pertemuan informal Menlu ASEAN bukan faktor kebetulan karena Indonesia
Ketua ASEAN 2011, namun lebih dari pada itu dikarenakan kapasitas Indonesia
sebagai negara yang memiliki pengalaman dalam menyelesaikan konflik internal di
ASEAN.
Pada tahun tahun 1988-1989 Indonesia
pernah menjadi tuan rumah Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk menyelesaikan
konflik antara Kamboja dan Vietnam. Pada saat itu Indonesia berhasil
memfasiltasi dan memediasi kedua negara yang sedang bermusuhan untuk bisa duduk
bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan konflik diantara mereka. Hasilnya,
Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja dan situasi damai di Kamboja tercipta.
Belajar dari pola penyelesaian yang
diterapkan saat JIM, pola yang sama bisa diterapkan kembali untuk kasus
Thailand dan Kamboja, apalagi sejauh ini kedua negara tersebut sudah menyatakan
komitmennya untuk menyelesaikan konflik perbatasan melalui mediasi ASEAN.
Pertemuan
informal Menlu ASEAN di Jakarta kali ini bisa digunakan untuk menentukan
modalitas perundingan dan menentukan apakah pembahasan perlu dibawa ke
pertemuan High Council seperti yang disebutkan dalam Piagam
ASEAN. Jika selama ini ASEAN belum pernah mengimplementasikan pertemuan High Council, sekaranglah saat yang tepat. Jika
dipandang perlu, ASEAN dapat membuat “Peace Keeping Operation” yang berasal dari pasukan
militer maupun sipil negara-negara ASEAN sendiri dan menerjunkannya di daerah
konflik.
Kini bukan lagi saatnya bagi ASEAN untuk meletakkan
setiap konflik yang terjadi dibawah karpet dan setiap negara anggota ASEAN
dibiarkan mencari jalannya sendiri dalam menyelesaikan konflik perbatasan.
Sekarang saatnya ASEAN bersikap proaktif dan menunjukkan kredibilitasnya
sebagai organisasi kerjasama regional yang memang dibutuhkan negara-negara
anggotanya menuju terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.
3. Sengketa Internasional Antara Irak dan Kuwait
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh
kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang
Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya
sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh
Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang
ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada
pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai
minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan
perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya
pemerintahan Usmaniyah Turki.
Penyelesaian
Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
Penyelesaian
Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
4. Sengketa
Internasional Antara China dan Filipina
Konflik
aktual ini mulai dipicu 8 April saat pihak berwenang Filipina memergoki 8 kapal
penangkap ikan Cina di Karang Scarborough. Ketika angkatan laut Filipina akan
menangkap para nelayan tersebut, tindakan ini dihalangi aksi kapal Cina
lainnya. Kedua negara mengklaim kepemilikan pulau kecil di Laut Cina Selatan
itu, yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan lebih dari 1200
kilometer dari Cina.
Beberapa
hari lalu travel biro Cina membatalkan tawaran wisatanya ke Filipina. Beijing
telah mencabut ijin kunjungan wisata ke Filipina dan melakukan pemeriksaan
untuk buah-buahan dari negara itu. Cina adalah satu-satunya pembeli utama
pisang Filipina. “Tidak masalah bagaimana besarnya keinginan kami membicarakan
masalah itu, pimpinan Filipina saat ini berusaha menekan kami ke sudut dimana
tidak ada opsi yang tertinggal selain menggunakan kekuatan,” demikian tulisan
harian China Daily.
Penyelesaian
Gerhard
Will, seorang pakar Asia Tenggara dari Pusat Kajian Jerman untuk Masalah
Internasional dan Keamanan di Berlin mengatakan, pemerintah di Beijing telah
mengisyaratkan tindakan intervensi militer di pers nasional dalam beberapa
pekan belakangan, tapi kini menggunakan media berbahasa Inggris “untuk
menyebarluaskan pesan ini secara global.”
Ratusan warga di Filipina Jumat
(11/05) menggelar aksi protes di depan kedutaan besar Cina di Manila.
Pemerintah Filipina telah mengajukan protes lewat jalur diplomatik, dengan
mengisyaratkan kepada pemerintah asing mengenai pandangannya terkait tekanan
Cina dengan kebebasan berlayar atau navigasi, yang merupakan salah satu prinsip
hukum kebiasaan internasional. Manila juga telah memperingatkan bahwa ia
mempersiapkan mengklaim kembali teritorialnya dengan peralatan militer yang
disuplai oleh Amerika Serikat. Kementerian Luar Negeri Cina Kamis (10/05)
mengumumkan konflik itu diharapkan diselesaikan dengan bantuan konsultasi
diplomatik.
nah, itu dulu ya agan-agan, semoga bisa membantu ya ^_^
Thanks Gan
BalasHapusthanks so much :)
BalasHapusit's very usefull ;)
trima kasih gan
BalasHapussangat membantu sekali :)
Tegar, Nur, Muhammad : wah, sama-sama :)
BalasHapus