Jejak
Jejak-jejak
itu masih teringat jelas di benak Indi, jejak darah yang di tinggalkan oleh
orang yang telah membunuh ayah, ibu, dan kedua adiknya. Kejadian yang
membuatnya semakin tidak mengerti maksud dan tujuan hidup ini. Ditengah isakan
tangisnya yang semakin menjadi, dia berpikir, apa alasan orang itu mebunuh
ayah, ibu, dan kedua adiknya. Yang ia tahu, ayahnya adalah seorang general
manager yang sangat toleren dan selalu memihak pada yang lemah, ibunya adalah
seorang dosen bahasa Indonesia yang sangat bersahabat, dan kedua adiknya
merupakan anak-anak yang menjadi teladan di sekolah.
*** 3 bulan yang lalu ***
Di
pinggiran jalan di pusat kota inilah tempat biasa Indi dan teman-temannya
berkumpul, walaupun baru beberapa bulan tinggal di kota ini, dia sudah seperti
akrab dengan kehidupan di kota ini. Bahkan, dia lebih mengetahui seluk beluk kota ini ketimbang anak-anak
lain yang sejak lahir memang sudah berada di kota ini. Selain itu, Indi juga
merupakan pribadi yang ramah. Senyum, sapa, dan salam adalah prinsip hidup
baginya. Tidak heran, dalam jangka waktu yang singkat ini, ada banyak orang
yang telah mengenalnya.
Hari
ini adalah hari pembagian nilai semester pertama Indi selama kuliah di
Universitasnya, sebut saja Universitas Enen. Hari yang membuat jantungnya tidak
henti-hentinya berdebar, dia memikirkan antara dia akan mendapatkan nilai yang
bagus atau malah akan mendapatkan kartu undangan spesial dari dosen
pembimbingnya, memikirkan janji ayahnya yang akan membelikannya Iphone 5 jika
dia mendapatkan nilai IP bagus dan janji ibunya yang akan memberikanya kesempatan
untuk merasakan keindahan alam di Paris atau malah mendapatkan pengurangan uang
jajan kuliah dan fasilitas-fasilitas mewah dari ayahnya, serta ia akan
kehilangan kebebasan untuk keluar rumah seperti yang biasa ibunya berikan
kepada dia. Dan tibalah saat dosen pembimbing memanggil namanya, Indi segera
berlari menuju suatu balai yang terletak di timur laut mushala universitasnya
yang sengaja di gunakan oleh dosen pembimbing dengan alasan keefisiensian
ruangan dan ketenangan suasana. Indi sangat senang atas apa yang baru saja ia dengar dan ia terima dari
dosen pembimbing, ia mendapatkan nilai IP 3,2 dan semester depan dia bisa
mengambil 24 sks.
Tidak seperti biasa, Indi terlihat aktif belakangan
ini, sepertinya sedang ada sesuatu yang sangat dia inginkan. Ternyata memang
benar, dia sedang menargetkan untuk mendapatkan nilai IP semester depan diatas
3,2 yang telah dia dapatkan di semester ini, semua itu ia targetkan agar dapat
membantunya untuk mempermudah langkahnya mewujudkan keinginanya, kuliah
singkat. Selain itu, dia juga menargetkan akan mengambil semester pendek
walaupun harus mengorbankan waktu liburan tahunannya. Namun semester pendek
akan mulai dia jalani liburan semester depan, karena liburan semester ini akan
ia gunakan untuk merasakan indahnya alam Paris dengan membawa sebuah Iphone 5
baru yang merupakan janji ayah dan ibunya.
Ketika
pulang kerumah, biasanya Indi langsung menuju ruang makan untuk segera
menyantap makanan lezat yang selalu ibunya sajikan. Namun, kali ini dia tidak
melakukan hal itu, karena ia langsung menuju ke kamar tidurnya. Ketika tiba di
dalam kamarnya, betapa kagetnya dia, di atas kasur empuknya terlihat kotak
Iphone 5 yang di atasnya juga ada sebuah tiket penerbangan ke Paris. Betapa
tidak, dia langsung lompat-lompat kegirangan dan berteriak senang, “yee,
akhirnya aku punya Iphone 5 dan aku bisa merasakan jalan-jalan di negeri mode
dunia.” Kedua adiknya yang merasa terganggu dengan suaranya yang begitu ribut pun segera
menuju ke kamar Indi untuk memastikan apa yang sebenarnya telah terjadi. Ketika
melihat kedua adiknya di depan pintu kamarnya, Indi pun langsung memeluk kedua
adiknya yang sangat ia sayangi itu, wajahnya terlihat sedih, yang membuat kedua
adiknya dengan kompak pun bertanya,
“mengapa kau bersedih kak?” Indi pun pun menjawab, “kakak sedih karena saat
kakak harus berlibur ke paris, kakak tidak bisa mengikutsertakan kalian!” kedua
adiknya yang memang cerdas itu pun menanggapi maksud hati kakaknya, “tidak
masalah kakak, ini adalah kebahagiaanmu, kau harus menikmatinya tanpa
memikirkan kami, kami pasti akan baik-baik saja kok!” mendengar perkataan adiknya
tadi, hati Indi pun kembali tegar, dia membenarkan apa yang adiknya katakan
tadi, ini adalah kebahagiaanya, dan dia tidak boleh tidak menikmatinya.
Tibalah
saat Indi harus berangkat ke Paris, ia sudah menyiapkan koper beserta
barang-barang yang akan di bawanya sejak
kemarin. Dia ke bandara bersama ayah ibunya beserta dua adiknya yang terpaksa
harus meliburkan diri karena harus mengantar kakaknya. Jauh sebelum jadwal penerbangannya,
Indi duduk di sebelah ibunya di sebuah tempat penungguan sembari kepalanya di
sandarkan di pundak ibunya yang sangat ia sayangi itu. Seperti sebagaimana seorang ibu,
ibunya terlihat membisikan nasihat-nasihat untuk Indi selama berada di Paris
kelak sambil mengelus-eluskan rambut Indi dengan lembut. Indi terlihat senang
saat itu juga, karena jarang-jarang ada saat ia bisa bersama dengan ibunya
seperti ini. Akhirnya tibalah saat Indi harus segera berangkat ke paris.
Seminggu
sudah Indi berada di Paris, dia sangat menikmati liburannya disana. Dan tibalah
saatnya dia untuk kembali ke negara asalnya. Setibanya di depan bandara, ia
langsung membeli oleh-oleh di bandara sambil menunggu ayah dan ibunya
menjemputnya. Namun betapa sedihnya dia, hingga petang ayah da ibunya tak
kunjung datang, dan yang lebih anehnya lagi, ketika dia berusaha menelpon ayah,
ibu atau adiknya, tidak pernah ada jawaban. Akhirnya, dia memutuskan untuk
pulang dengan menggunakan taksi.
Ketika
tiba di rumah, dia mengetok pintu depan rumahnya, namun tidak ada seorang pun
yang mebukakan pintunya. Ia pun berteriak memanggil-manggil ayah, ibu dan
adiknya, namun tidak ada juga yang menyahutnya. Indi semakin khawatir saat itu
juga, dengan tenaga yang masih tersisa, dia berusaha mendobrak pintu rumahnya,
setelah beberapa lama, akhirnya terbuka juga pintu rumahnya. Betapa kagetnya
dia atas apa yang dia lihat saat itu. Ruang tamunya terlihat sangat berantakan
sekali, dia pun langsung berlari menuju kamar adiknya untuk memastikan
adik-adiknya baik-baik saja. Namun, ketika belum sempat membuka pintu kamar, ia melihat
ada jejak-jejak darah di depan kamar adiknya, darah itu terlihat masih baru,
dengan air mata yang mulai menetes, segera ia berlari dan membuka kamar
adiknya, dan betapa kagetnya dia ketika melihat kedua adiknya terlihat sudah
tidak bernyawa dengan tubuh berlumuran darah. Adiknya yang satu
tergeletak di dekat meja belajarnya, sedangkan yang satu lagi tergeletak di
samping kasur. Indi pun teringat ayah dan ibunya, dengan sigap ia berlari
menuju kamar ayah dan ibunya. Dia berlari sambil menangis kencang karena melihat
jejak-jejak darah dari kamar adiknya tadi menuju ke kamar ayah dan ibunya.
Setiba di depan pintu kamar ayah dan ibunya, Indi langsung membuka pintu kamar,
dan dia meronta melihat apa yang ia lihat di depannya, ayah dan ibunya terlihat
sudah tidak bernyawa di kasur, sepray-sepray yang biasanya bersih, saat itu
telihat kotor berlumuran darah. Indi pun berteriak tidak tentu arah atas apa
yang telah terjadi. Namun, di saat hatinya yang hancur itu, dia ingat, dia harus
segera mengubungi polisi untuk mencari siapa pemilik jejak-jejak yang sepertinya telah membunuh
keluarganya. Ketika dia hendak memasukan nomor telepon polisi
terdekat, tiba-tiba lampu rumahnya padam. Indi merasa sangat ketakutan. Dia
berpikir kalau yang telah mematikan lampu rumahnya adalah pembunuh yang telah
menghabisi semua keluarganya, dia takut kalau dia akan di bunuh juga. Tapi,
saat dia akan berteriak meminta pertolongan, lampu kembali hidup di iringi
dengan ucapan ulang tahun dari ayah, ibu, dan adik-adiknya yang membawa kue
ulang tahun dengan pakaian yang masih berlumuran darah. Indi menangis, dan
semakin menangis. Namun, kali ini dia menangis bukan karena takut, tapi karena
merasa sangat senang, ternyata keluarganya tidak benar-benar mati, mereka hanya
berpura-pura mati untuk memberikan kejutan untuk ulang tahun ke 17 Indi.
Terlihat ayah, ibu, dan adik Indi tertawa mengingat kejadian konyol tadi, saat
mereka harus menahan tawa melihat Indi benar-benar menangis untuk mereka.
Indi
berlari menghampiri keluarganya, “ ayo kak, jangan cengeng dong, masa udah 17
tahun masih nangis!”, tiba-tiba adiknya memulai pembicaraan yang mengubah
suasana yang tadinya masih senyap karena kejadian tadi, menjadi mulai ramai
seperti biasanya. Ibunya pun menyuruh Indi untuk membuat sebuah harapan di
usianya yang ke 17 ini. Setelah siap membuat sebuah harapan, ayahnya pun
menceritakan kronologi kejutan yang telah mereka buat untuk Indi. Tenyata
jejak-jejak darah yang Indi lihat di depan kamar adiknya menuju kamar ayah dan
ibunya adalah jejak ayahnya yang sengaja ayahnya buat untuk meyakinkan Indi
kalau mereka meninggal karena di bunuh oleh seorang pembunuh.
Sejak
kejadian itu, Indi semakin sayang kepada keluarganya, ia semakin semangat
kuliah dan mengurangi kebiasaan mainya. Dan yang lebih berubah dari Indi, kini
dia menjadi lebih hati-hati, dia tidak mau ulang tahunnya tahun depan, ia akan
mendapat kejutan yang dapat membuat jantungnya benar-benar copot. Dan saat dia
mengingat kejadian itu, dia tertawa sendiri mengingat kejadian yang mebuatnya
terlihat bodoh itu, karena kejadian itu telah berjejak di hatinya.
*** The End ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan demi perbaikan dan kemajuan bersama ^_^